Home » Blog » Pentingnya Kesadaran Masyarakat Digital 5.0 dalam Menggunakan Internet

Pentingnya Kesadaran Masyarakat Digital 5.0 dalam Menggunakan Internet

Kesadaran Masyarakat Digital 5.0 dalam Menggunakan Internet

Saat ini, media sosial sudah digunakan oleh kebanyakan orang. Fungsinya tidak lagi terbatas pada menjalin sosial atau pertemanan melalui daring, tetapi dapat digunakan pada berbagai kepentingan lainnya. Lantas, apakah media sosial dapat mempengaruhi opini publik? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita akan melihat gambaran seberapa banyak pengguna media sosial saat ini.

Apakah Media Sosial Dapat Mempengaruhi Opini Publik?

Seperti yang terlihat pada gambar, sejak tahun lalu hingga Februari 2022, jumlah populasi masyarakat Indonesia bertambah sekitar 1.0 % atau 2.8 juta jiwa. Untuk penggunaan handphone bertambah sekitar 3.6% atau 13 juta pengguna. Pengguna internet juga mengalami kenaikan sebesar 1.0% atau 2.1 juta pengguna. Sejalan dengan beberapa hal tersebut, pengguna aktif sosial media pun ikut bertambah sebesar 12.6% atau 21 juta dalam jangka waktu setahun.

Berdasarkan survei yang bersumber dari we are social & kepios, WhatsApp berada di urutan pertama sebagai sosial media yang paling banyak digunakan di Indonesia dengan presentase 88.7%. Selanjutnya, disusul oleh Instagram dengan 84.8%, Facebook 81,3%, Tiktok 63.1%, Telegram 58.3%, dan berbagai media sosial lainnya. 

Tak hanya jumlah penggunanya, lamanya waktu penggunaan sosial media juga kian bertambah. Durasi pengguna WhatsApp dan YouTube masing-masing bertambah sekitar 2% dari sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa rata-rata pengguna WhatsApp dan YouTube menghabiskan waktu 31.4 jam/bulan dan 26.4 jam/bulan dalam menggunakan setiap aplikasi tersebut. Namun, berbeda dengan durasi penggunaan Facebook dan Instagram yang malah mengalami penurunan sekitar 11% dan 6% sehingga saat ini rata-rata pengguna Facebook menghabiskan waktu 15.2 jam/bulan dan Instagram 16 jam/bulan.

Fakta menarik adalah durasi penggunaan sosial media Tiktok mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 67%. Hal ini terjadi karena akhir-akhir ini Tiktok sedang digandrungi oleh banyak orang perihal berbagai template video menarik yang bersumber dari aplikasi tersebut. Oleh karena itu, masyarakat saat ini cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di Tiktok dengan durasi 23.1 jam/bulan.

Menjawab pertanyaan di awal mengenai apakah media sosial dapat mempengaruhi opini publik, berdasarkan data Februari 2022, dengan 191 juta pengguna dan durasi waktu yang digunakan tersebut terlihat bahwa media sosial dapat mempengaruhi pendapat kita terhadap sesuatu yang ada di media sosial itu. Oleh karena itu, timbul pertanyaan baru. Mengapa media sosial bisa mempengaruhi kita? Dan apa yang menyebabkan kita bisa terpengaruh dengan konten-konten yang ada di media sosial? 

Bagaimana Media Sosial Dapat Mempengaruhi Opini Publik?

Secara sederhana, media sosial bisa mempengaruhi kita dengan konten-konten yang viral. Melalui konten tersebut, orang-orang akan mencari tahu dengan sendirinya. Hal ini membuat orang-orang yang awalnya tidak tahu sesuatu menjadi tahu dan orang-orang yang awalnya tidak penasaran menjadi penasaran.

Mengapa sebuah Konten Bisa Viral?

STEPPS Framework dari Jonah Berger

Jonah Berger dalam buku Contagious menjelaskan bahwa viralnya suatu konten didasari oleh adanya 6 aspek yang disebut dengan STEPPS framework

Social Currency 

Secara sederhana, social currency berarti suatu postingan memiliki nilai tukar bagi publik. Jadi, seseorang akan membagikan konten atau informasi di media sosial berdasarkan dengan image sosial yang ingin ditampilkan karena status sosial seseorang bergantung pada informasi yang dimiliki. 

Triggers

Triggers merujuk pada sesuatu yang bisa menjadi pemantik dalam suatu postingan, baik itu judul, konteks, atau pemicu lain. Ketika suatu postingan memiliki triggers, maka postingan tersebut akan menarik perhatian orang untuk membaca hingga membagikannya.

Emotional

Konten yang biasa saja cenderung tidak membuat orang yang membaca atau melihat memiliki keinginan untuk membagikannya. Oleh karena itu, perlu memasukkan unsur yang bisa menggugah emosi ke dalam sebuah postingan. Ketika seseorang melihat postingan yang bisa menyentuhnya, biasanya konten tersebut akan dibagikannya karena dianggap relate dengan apa yang dirasakannya.

Public

Untuk menjadi viral, konten yang ada harus menyebar dan bisa diakses oleh lebih banyak orang. Namun, konten tersebut harus sesuai dengan ruang dan audiens yang ada. Sebaiknya hindari topik yang tidak berkaitan dengan audiens atau yang bersifat sensitif agar konten bisa dibagikan secara umum oleh semua audiens.

Practical Value

Sebuah konten bisa menjadi viral karena konten yang dibagikan memiliki value atau nilai praktis di dalamnya. Saat audiens menemukan sebuah konten yang dirasa memberikan informasi baru atau sesuai dengan yang mereka butuhkan, biasanya mereka akan membagikan konten tersebut karena dianggap perlu untuk dilihat juga oleh orang lain yang memiliki minat yang sama.

Stories

Konten dengan narasi yang bisa menarik audiens berpeluang menjadi lebih viral daripada konten lainnya. Terlebih, saat audiens merasa menjadi bagian dari narasi sebuah postingan, maka kemungkinan postingan tersebut akan disebarkan menjadi lebih besar.

Buzzer

Selain teori dari Jonah Berger yang sudah dijelaskan sebelumnya, faktor lain yang bisa membuat sebuah postingan menjadi viral adalah buzzer. Penggunaan buzzer bisa memancing sebuah konten menjadi ramai diperbincangkan. Buzzer merupakan sebuah jasa yang digunakan untuk branding, mempromosikan, atau mengkampanyekan sesuatu. 

Buzzer Media Sosial

Berbicara mengenai eksistensi, khususnya di media sosial, buzzer mulai dideteksi sejak ramainya penggunaan media sosial. Di Indonesia, eksistensi ini terlihat pada tahun 2012 di mana orang-orang banyak menggunakan Facebook, Twitter, dan Instagram. Awalnya, eksistensi buzzer ini orientasinya mengarah ke promosi brand dan produk. Namun, pelan-pelan tatanan kehidupan dan sosial berubah yang membuat promosi brand mulai dilakukan oleh influencer

Akhirnya, buzzer saat ini masuk ke ranah politik yang memiliki terminologi negatif di telinga kebanyakan masyarakat. Padahal sebenarnya, definisi buzzer sendiri bersifat netral yang bisa digunakan untuk tujuan positif maupun negatif. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa viralnya suatu konten sangat dipengaruhi dengan bagaimana opini publik itu dibentuk oleh media sosial, salah satunya yang digerakkan oleh buzzer.

Algoritma Media Sosial

Setiap media sosial memiliki algoritma-algoritma tertentu. Algoritma merupakan sekumpulan instruksi dan aturan yang sudah diatur sedemikian rupa dan digunakan untuk kepentingan tertentu. Salah satu penggunaan algoritma bisa digunakan ketika ingin menaikkan suatu brand tertentu. 

Contohnya, saat menggunakan fb/ig ads, kita bisa mengatur pengaturan yang ada sedemikian rupa agar bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Settingan atau pengaturan tersebut adalah suatu algoritma yang dapat mendorong postingan atau konten untuk bisa dikonsumsi oleh orang lain sesuai dengan kepentingan konten tersebut.

Social Engineering

Menurut Kaspersky, social engineering adalah teknik manipulasi yang bersifat eksploitatif terhadap kesalahan manusia untuk mendapatkan informasi pribadi, akses, atau barang berharga. Tujuan dari social engineering ini adalah sabotase dan pencurian. Jenis serangan social engineering di antaranya baiting, pretexting, phishing, spear phishing, dan scareware.

Privasi dalam Media Sosial

Ketika menggunakan media sosial, penting untuk berhati-hati dalam melakukan penyebaran informasi. Kita harus mengetahui batasan privasi yang boleh disebarluaskan. Ada banyak alasan mengapa menjaga privasi menjadi hal wajib yang harus dilakukan, salah satunya untuk menghindari pencurian identitas. Pencurian identitas biasanya berakhir dengan data diri yang berhasil dicuri tersebut akan dijual bebas di forum internet. Selain pencurian identitas, privasi yang bocor bisa digunakan untuk memanipulasi orang lain. Caranya adalah dengan menggunakan data yang telah diambil untuk mendapatkan keuntungan tertentu. 

Dengan menyadari pentingnya menjaga privasi, khususnya di media sosial, bisa melindungi diri dari kejahatan pelecehan seksual. Pelecehan seksual biasanya dilakukan dengan mengambil dan memanfaatkan foto atau data yang lainnya dari si korban. Tidak kalah penting, kita bisa ikut menjaga karier jika bisa menjaga privasi dengan baik. Hal ini karena tidak jarang karier seseorang dapat berakhir karena kesalahan dalam bermedia sosial.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments